Eka Putra Zakran, SH, MH.
Medan, NET24JAM.ID – Masyarakat Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Simalungun sempat dikejutkan dengan kejadian oknum guru diduga menghukum muridnya meminum air closed toilet dengan menggunakan pipet.
Kejadian ini diduga dilakukan oleh seorang oknum guru agama berinisial N Br P yang bertugas di salah satu Sekolah Dasar di Dolok Malela Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten Simalungun.
Akibat dari kejadian itu, pada Senin 15 Februari 2021 lalu, keluarga korban mengadukan hal tersebut ke Polres Simalungun. Tak hanya itu saja, kejadian tersebut menuai kecaman dari berbagai elemen lembaga, organisasi, masyarakat, praktisi hukum, para tokoh hingga Anggota DPRD Kabupaten Simalungun.
Ironisnya, hingga saat ini kasus dugaan kekerasan terhadap anak itu belum juga dituntaskan, malah dikabarkan bahwa pihak Polres Simalungun hingga kini belum menetapkan status pelaku menjadi tersangka.
Tak hanya dari Kabupaten Simalungun, ternyata kasus tersebut menjadi perhatian publik termasuk praktisi hukum di Kota Medan.
Menyikapi hal itu, Eka Putra Zakran, SH., MH., mengatakan bahwa dirinya mengecam atas kejadian oknum guru diduga menghukum muridnya meminum air closed toilet.
Pria yang akrab disapa Epza ini menjelaskan, kejadian tersebut merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap anak berhak hidup, tumbuh dan berkembang tanpa kekerasan dan diskriminasi,” jelasnya,” Sabtu (12/6/2021).
“Kalau kejadiannya seperti itu, kita kecam. Itukan perbuatan menjijikkan dan melanggar HAM,” ujarnya menambahkan.
Epza berpendapat kejadian yang menimpa murid Sekolah Dasar di Gunung Maligas Kabupaten Simalungun tersebut, jelas-jelas mencoreng HAM.
Menurutnya, anak yang menjadi korban kekerasan ini pasti akan mendapatkan luka mental dan tentu hal ini amat sangat berbahaya karena akan menimbulkan generasi yang mencintai kekerasan.
“Pelaku sepertinya kurang beradab, bukannya memberi contoh yang baik, tapi justru mengambil tindakan yang tidak tepat juga tidak terpuji,” ketus Epza.
Mantan Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Medan itu juga menyoroti kinerja polisi dalam menuntaskan kasus kekerasan terhadap anak di Simalungun.
Tak hanya di situ, ia juga menyoroti soal cara kepolisian yang terkesan lamban menangani kasus dugaan murid dihukum minum air closed toilet di Kecamatan Gunung Maligas tersebut.
“Hal ini menjadi rapor merah kinerja polisi dalam menuntaskan kasus kekerasan terhadap anak di Simalungun,” pendapat Epza.
Untuk itu, masih kata Epza, Kompolnas maupun Kapolri diminta semakin intensif dalam mendorong peningkatan kualitas kinerja kepolisian khususnya di Sumatera Utara.
Caranya, kata dia, dengan meningkatkan kompetensi penyidik. Di samping itu, ia meminta Polda Sumatera Utara meningkatkan kualitas dalam menuntaskan kasus kekerasan terhadap anak.
“Jangan sampai penyidik cuma tahunya pasal-pasal saja, tidak tahu bagaimana berinteraksi dengan korban,” kata Epza.
“Selain itu harus dibekali dengan ilmu psikologi, sosiologi dan pemahaman mengenai hak-hak asasi manusia,” tutupnya mengakhiri.
(Ridwan/Tim)