ilustrasi gambar
NET24JAM.ID – Judul tulisan di atas tentu akan mendapatkan tanggapan yang beragam, ada yang berpendapat bahwa pengguna narkotika dan obat/bahan berbahaya (narkoba) adalah pelaku kriminal yang harus dipenjarakan karena dianggap telah melakukan tindak pidana.
Pendapat itu benar jika dikaji dan ditinjau dalam kacamata legal positivistik (hukum positif) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Namun, pandangan yang lain mengatakan bahwa penyalahguna atau lebih sering disebut pengguna adalah korban dan bukan pelaku kriminal atau penjahat yang harus dipenjarakan, sehingga harus diobati supaya sembuh, pendapat seperti itu menurut penulis sah-sah saja jika hukum dilihat dari segi kemanfaatan dan keadilannya.
Terlepas dari semua pendapat tersebut, yang harus kita ketahui bahwa saat ini pengguna narkoba di Indonesia berkisar di angka yang sangat memprihatinkan yakni 4,2 juta jiwa. Dan dari sekian banyak pengguna narkotika tersebut, hampir semuanya didominasi oleh generasi muda bangsa ini yang suatu saat diharapkan akan menjadi pemimpin-pemimpin dimasa yang akan datang.
Bisa kita bayangkan bagaimana kehancuran bangsa ini kalau bangsa yang besar ini dipimpin oleh penyalahguna narkoba?
Memberantas pengguna narkoba maupun penyalahguna narkoba memang sulit karena sudah mengakar, tetapi hal tersebut bukanlah sesuatu yang mustahil asalkan ada kemauan, tinggal komitmen kita bersama apakah mau memberantas penyalahguna narkotika atau tidak.
Salah satu faktor sulitnya memberantas pengguna maupun penyalahguna narkotika disebabkan banyaknya produsen narkotika di Indonesia, bahkan Indonesia ditengarai sebagai pengekspor narkotika jenis shabu (methamphetamine) dan bukan lagi pengimpor, sehingga kalau dulu pengguna narkoba hanya kita dengar banyak terjadi di kota-kota besar yang dipenuhi tempat hiburan malam, tetapi sekarang pengguna maupun penyalahguna narkoba sudah merambah ke desa-desa bahkan sudah ada yang ke level pengedar.
Sehingga, mulai sekarang kita harus bersatu padu untuk memberantas penyalahgunaan narkotika yang sekarang tidak mengenal kasta lagi, mulai dari masyarakat kelas bawah sampai masyarakat kelas atas, mulai dari pejabat sampai ke honorer.
Dan ingatlah, bahwa memberantas penyalahgunaan narkoba tidak akan pernah berjalan tanpa adanya komitmen bersama antara pemerintah melalui lembaga-lembaga yang ditunjuk, seperti BNN, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kemenkumham, termasuk lembaga penegak hukum.
Karena tanpa adanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah maka peredaran narkotika akan semakin menggila yang akan menyebabkan penyalahguna ataupun korban penyalahguna narkotika akan semakin bertambah, dan yang tersenyum hanya satu yaitu para bandar narkotika di negeri ini bersama jaringannya yang bertebaran di luar negeri.
Bisnis narkotika adalah bisnis yang sangat menggiurkan karena begitu cepatnya orang menjadi kaya raya dalam waktu singkat, sehingga banyak yang nekat menjadi bandar dan pengedar narkotika, walaupun dia sudah mengetahui konsekuensi hukum yang dihadapinya dan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia.
Hal ini jelas akan menjadi sasaran empuk dan pangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi mafia dan kartel narkoba.
Melihat fenomena penyalahguna maupun korban penyalahguna narkoba yang semakin hari semakin berjumlah banyak, sehingga sudah saatnya aparat penegak hukum harus mempersamakan persepsi dan pandangan dalam menyikapi fenomena tersebut.
Kesamaan yang penulis maksudkan disini adalah adanya kesamaan pandang dan persepsi para penegak hukum baik dari BNN, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, terhadap penyalahguna dan korban penyalahguna narkoba sebagai pihak korban dan bukan pelaku kriminal.
Karena senyatanya masih banyak aparat penegak hukum kita yang memperlakukan pengguna maupun penyalahguna narkoba sebagai kriminal dan bukan sebagai korban.
Sehingga, untuk mempersamakan persepsi tersebut dibuatlah kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Peraturan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia dengan Nomor 01/PB/MA/III/2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor 11 Tahun 2014, Nomor 03 Tahun 2014, Nomor Per-005/A/JA/03/2014.
Selain itu, juga tertuang dalam Nomor 1 Tahun 2014 dan Perber 01/III/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi, yang diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 April 2014, dan dimuat dalam berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 465.
Dimana inti dari peraturan bersama tersebut adalah pecandu narkotika, penyalahguna narkoba dan korban penyalahguna narkoba haruslah diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan pada lembaga rehabilitasi medis atau lembaga rehabilitasi sosial dengan cara terlebih dahulu dilakukan proses assesmen oleh tim assesmen yang terdiri dari tim dokter yang meliputi dokter dan psikologi dan tim hukum yang terdiri dari unsur Polri, BNN, Kejaksaan dan Kemenkumham.
Walaupun jauh-jauh hari sebelum peraturan bersama tersebut diundangkan, Mahkamah Agung sebelumnya telah menerbitkan SEMA (Surat edaran) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Dan pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial dan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika Di Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitasi Sosial.
Diakhir tulisan ini, menurut penulis sudah saatnya kita semua mempunyai kesamaan persepsi terhadap pecandu, penyalahguna dan korban penyalahguna narkoba bahwa mereka itu adalah korban dan bukan penjahat sehingga harus diobati dan bukan dipenjarakan.
Sumber : tulisan Muliyawan, S.H., M.H. yang dikutip melalui laman pn-palopo.go.id.