Ilustrasi gambar.
NET24JAM – Menjelang pemilihan umum (Pemilu), riak manuver tokoh politik kian nyaring terdengar. Akan tetapi, dalam penantian menuju pesta demokrasi ini malah tersiar kabar penundaan pemilu tahun 2024 mendatang.
Sialnya, putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) dan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024,
Dilansir dari berbagai sumber yang dapat dipercaya, Berikut bunyi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst :
“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” dikutip pada 5 Maret 2023. Putusan itu diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban.
Sungguh aneh!! Dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024. Padahal sebelum ada putusan ini, Pemilu 2024 akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
Bagaimana kronologi peristiwa ini terjadi?? Yuk, baca selengkapnya artikel ini.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut berawal dari gugatan yang dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual. Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia akibat tindakan KPU.
Oleh karena itu, Partai Prima pun meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 selama lebih-kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari sejak putusan dibacakan.
Hasilnya, hakim pun mengabulkan gugatan Partai Prima. Hakim memerintahkan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024.
Sebagaimana diketahui, sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi yang memutus harus Bawaslu, tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN. Apalagi, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN.
Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK).
Jelas publik menilai, hal itu tidak ada kompetensinya pengadilan umum. Perbuatan melawan hukum secara perdata tidak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu.
Disini, saya berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkesan seakan-akan membuat sensasi yang berlebihan.
Logikanya sederhana, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini dinilai bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi rakyat Indonesia dalam menghadapi pemilu yang akan datang.
Adapun hal yang perlu diperhatikan, bisa saja nanti ada pihak-pihak tertentu yang mempolitisir atas peristiwa ini.
Sebelum adanya putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini, tentunya publik masih ingat sejumlah pihak yang pernah menggaungkan agar Pemilu 2024 ditunda.
Dirangkum dari berbagai pemberitaan, sejumlah pihak yang pernah menggaungkan pemilu ditunda adalah Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar) Airlangga Hartarto dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Muhammad Mardiono
Muhammad Mardiono mengaku sempat berkeliling ke-30 provinsi di Indonesia dan melihat masyarakat lebih peduli pada pemulihan ekonomi ketimbang Pemilu.
Menurutnya, pelaksanaan tahun politik jangan sampai merusak pemulihan masyarakat dari trauma usai hadapi dua tahun belakangan akibat Covid-19.
Airlangga Hartarto
Airlangga Hartarto mengatakan wacana penundaan Pemilu 2024 tersebut merupakan aspirasi dari masyarakat. Hal ini disampaikan Airlangga seusai bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta, Kamis 10 Maret 2022.
Muhaimin Iskandar
Wacana penundaan Pemilu 2024 juga pernah diutarakan Ketum Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Wakil Ketua DPR RI itu mengusulkan agar Pemilu 2024 ditunda selama satu atau dua tahun.
Menurut Muhaimin, wacana itu terlintas olehnya usai bersua dengan pelaku usaha mikro, pengusaha dan para analis ekonomi dari berbagai perbankan di Ruang Delegasi DPR, Nusantara III, Jakarta, Rabu, 23 Februari 2022. Mereka memprediksi Indonesia akan mengalami momentum perbaikan ekonomi usai dua tahun pandemi Covid-19. Menurut Muhaimin, momentum ini tak boleh terganggu dengan adanya pesta politik.
Zulkifli Hasan
Zulkifli Hasan, juga pernah menyatakan dukungan atas usulan penundaan Pemilu 2024 oleh Cak Imin. Menurut sosok yang akrab dipanggil Zulhas itu, terdapat sejumlah alasan dirinya mendukung usulan tersebut.
Menurutnya, anggaran Pemilu yang justru membengkak dari rencana efisiensi, sehingga lebih baik dikonsentrasikan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat.
Luhut Binsar Pandjaitan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi atau Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan merupakan salah satu pihak yang mendukung penundaan Pemilu 2024.
Dalam sebuah video wawancara yang diunggah YouTube, Luhut mengklaim memiliki data bahwa wacana penundaan pemilu didukung oleh 110 juta warganet.
Ia menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut, maupun tudingan yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.
Menanggapi perihal ini, jelas publik menilai ada kekuatan besar dibalik penundaan pemilu tersebut. Tentunya tidak mungkin usulan pemilu ditunda lahir tanpa maksud dan motif tertentu.
Saya menduga sepertinya ada pihak sedang mencari alasan-alasan yang terlihat rasional hanya untuk sekedar memenuhi keinginan kekuatan besar itu.
Lantas, siapakah kekuatan besar itu?? Biarlah publik yang mencari jawaban sendiri.
Hal ini juga mengingatkan saya pada Harvard Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Berdasarkan riset bertahun-tahun, keduanya menyajikan pemahaman mendalam, mengenai mengapa dan bagaimana demokrasi mati? Suatu analisis pemicu kewaspadaan mengenai bagaimana demokrasi didesak dan pedoman untuk memelihara serta memperbaiki demokrasi yang terancam, bagi pemerintah, partai politik, dan individu.
Sejarah tak berulang, namun kita bisa melindungi demokrasi kita dengan belajar dari sejarah, sebelum terlambat. Jangan biarkan demokrasi mati ditangan begundal.
Ada ruang-ruang demokrasi yang masih terus bisa kita pakai dan manfaatkan. Misalnya saja dengan terus menyuarakan kritisisme mengenai problem-problem demokrasi yang kita hadapi.
Kritik yang membangun harus terus digemakan sebagai lonceng bahwa kita masih ada terus mengawasi denyut demokrasi.
Kritik dan pengawasan sebagai sosial kontrol publik harus tetap berjalan. Sebab, kita tidak ingin demokrasi yang kita jalani mati di tangan para begundal-begundal.
Penulis : Ridwan F.