Dedy Alamsyah, SH.
Medan, NET24JAM.ID – Kasus penganiayaan terhadap anak dibawah umur di lingkungan 25 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Sumatera Utara, dinilai mencederai hukum. Pasalnya, beredar kabar bahwa pelaku masih bebas berkeliaran karena tak pernah ditahan oleh aparat kepolisian.
Diketahui korban atas nama Anggi Maulana Ramadhan berusia 11 tahun warga lingkungan 25 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan.
Anggi Maulana Ramadhan menjadi korban dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap anak dibawah umur, diduga dilakukan oleh H Jemir (terlapor-red) berusia 60 tahun warga lingkungan 24 Kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan.
Hal itu berdasarkan laporan polisi nomor : LP/B/226/V/2021/SPK Terpadu Polres Pelabuhan Belawan tanggal 27 Mei 2021, pelapor atas nama Sri Rahayu.
Korban juga sempat visum di Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Komang Makes Belawan, sesuai dengan surat permintaan Visum Et Repertum (VER) a.n Anggi Maulana Ramadhan, nomor : R/107/V/2021/SPK-TERPADU Polres Pelabuhan Belawan tanggal 27 Mei 2021.
Saat dikonfirmasi awak media melalui via WhatsApp terkait perkembangan kasus tersebut, salah satu penyidik Polres Pelabuhan Belawan yakni, Briptu Khairunnisa Sekar menjelaskan bahwa sudah adanya perdamaian.
“Sudah damai orang itu,” jelasnya, Minggu (4/7/2021).
Ketika lebih lanjut dikonfirmasi awak media terkait dalam hukum dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap anak dibawah umur dengan dugaan pelaku orang dewasa adanya perdamaian dan bagaimana proses hukum selanjutnya, Briptu Khairunnisa Sekar menjawab, “kan ada restoratif justice, selagi pelapor mencabut pengaduannya gak masalah,” terangnya melalui via WhatsApp.
Ironisnya, ketika awak media kembali mengkonfirmasi proses hukumnya terhadap pelaku? Briptu Khairunnisa Sekar dengan kooperatif menjawab, “ia kenapa abang mau tanya? tanya aja sama korban,” jawabnya.
Menanggapi hal ini, seorang praktisi hukum di Kota Medan yakni, Dedy Alamsyah, SH., menyampaikan bahwa anak-anak di Indonesia dilindungi oleh Undang-undang (UU) No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Dijelaskannya, UU ini mengatur anak mendapatkan hak, perlindungan, dan keadilan atas apa yang menimpa mereka. UU Perlindungan Anak ini juga mengatur tentang ancaman hukuman bagi siapapun yang melakukan ancaman atau penganiayaan terhadap anak.
“Tak tanggung-tanggung ancaman hukumannya 5 tahun penjara dan denda 100 juta,” ungkapnya, Minggu (4/7/2021).
Pada Pasal 13 ayat 1 UU Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berbunyi :
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :
Diskriminasi
Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
Penelantaran
Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
Ketidak adilan
Perlakuan salah lainnya.
“Menurut Yurisprudensi yang dimaksud dengan penganiayaan, yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Misalnya diakibatkan mencubit, menendang, memukul, menempeleng, dan sebagainya,” Dedy menerangkan.
Pasal yang menjerat pelaku penganiayaan anak diatur khusus dalam Pasal 76 C UU No. 35 Tahun 2014 yang berbunyi :
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan melakukan, menyuruh melakukan, atau turut melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”.
Sementara sanksi pidana bagi orang atau pelaku kekerasan/penganiayaan yang melanggar Pasal diatas ditentukan dalam Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014.
“Nah, dalam perkara tindak pidana penganiayaan pertama kita mengacu terlebih dahulu kepada Pasal 351 KUHPidana. Kemudian mengenai penganiayaan tersebut dilakukan oleh pelaku terhadap anak sebagai korban. Maka pelaku akan dikenakan pasal berlapis yaitu Pasal 351 KUHPidana dan UU Perlindungan Anak,” ketusnya.
“Apalagi dalam perkara tindak pidana ini adalah delik aduan, sehingga pihak kepolisian lebih diprioritaskan untuk anak dibawah umur yang menjadi korban.
Bila dalam perkara tindak pidana penganiayaan terhadap anak, pelaku meminta maaf, itu sah-sah saja di muka hukum. Namun bukan berarti proses hukum terhenti,” tegasnya.
Menurut Dedy, seharusnya pihak penyidik tidak melakukan penghentian penyidikan atau dapat dikatakan proses hukum telah terhenti dan ataupun gugur akibat adanya perdamaian.
“Hal itu menjadi penerapan hukum kita di Indonesia menjadi lemah. Dalam perkara ini kita minta kepada Kapolres Pelabuhan Belawan untuk memperhatikan dan dapat menindak lanjuti perkara penganiayaan terhadap anak dibawah umur,” jelasnya lebih lanjut.
Meskipun ada perdamaian, masih kata Dedy, namun proses hukum tetap berjalan dan segera dilimpahkan kepada kejaksaan.
“Biarlah pengadilan yang akan memutuskan perkara ini dan inilah yang kita harapkan. Apalagi bisa kita lihat di dalam SP2HP nomor : B/246.6/Vi/RES/2021 Reskrim pada 24 Juni 2021 telah tertuang pada point 3 yaitu rencana tindak lanjut penyidik akan segera mengirimkan berkas perkara laporan pengaduan ke JPU yaitu Kejaksaan negeri Belawan,” Dedy menandaskan.
(Ridwan)